Hari
ini tepat diperingati hari pendidikan nasional.
Apa
yang tersirat dalam benak kita ketika mengingat “hari pendidikan “. Mahalnya biaya
pendidikan di Negara kita kadang menjadikan kita lelah, letih untuk berupaya
mencapainya. Pendidikan dasar 9 tahun saat ini mungkin sudah berhasil. Tetapi bagaimana
dengan pendidikan tinggi, terutama pendidikan untuk tenaga kesehatan.
Kita semua sepakat bahwa
pendidikan adalah hak setiap individu. Karena alasan itulah Kementrian
Pendidikan membuka seluas-luasnya kesempatan untuk mengenyam pendidikan.
Hal itulah yang berlaku pada pendikan bidan dan keperawatan saat
ini, sehingga pantaslah organisasi kita sendiri terasa tabu untuk menolak
alasan tersebut dan tak kuasa membendung pesatnya berdirinya sebuah instansi pendidikan
diploma keperawatan dan kebidanan.
Sayangnya, tidak semua orang
mampu melihat alasan yang baik tersebut. Kemampuan untuk meneropong alasan
tersebut ternyata lebih rendah bila dibandingkan dengan keinginan untuk
mencari keuntungan semata. Sadar atau tidak sadar bahwa saat ini
pendidikan kesehatan diwarnai dengan
seluk beluk bisnis. Pertimbangan untuk mengasah sebuah kualitas lulusan kita
menjadi prioritas yang berada di nomor kesekian.
Mungkin bisa jadi,
mendapat nomor sebagai akhir dari penomoran.
Animo besar masyarakat terhadap
pendidikan perawat dan bidan inilah yang menyebabkan banyak berdiri instansi
pendidikan diploma keperawatan dan kebidanan, ibarat jamur tumbuh di musim
penghujan. Seiring dengan bertambahnya jumlah instansi pendidikan itu,
perkembangan jenjang pendidikan bidan pun ikut melaju pesat. Dimulai dari
berdirinya sekolah bidan,berkembang menjadi Pendidikan Program Bidan ( P2B),
kemudian berkembang menjadi Diploma Kebidanan, selanjutnya ada D IV bidan
pendidik , S1 kebidanan dan perkembangan jenjang yang paling puncak saat ini
adalah S2 Kebidanan.begitu juga keperawatan, mulai dari SPK, kemudian Akper, S1 keperawatan dan sekarang
Ners.
Namun sangat disayangkan
kemajuan perkembangan jenjang pendidikan perawat dan bidan ini tidak diikuti oleh
bertambahnya kesejahteraan dari para lulusan. Banyak lulusan keperawatan dan
kebidanan yang bekerja tidak sesuai dengan kompetensinya. Tetapi banyak pula
yang sesuai tetapi dengan upah yang tidak seberapa.
Masih banyak di kalangan
pendidikan kesehatan yang kurang memperhatikan kualitas peserta didik. Hal itu
bisa kita lihat dari pertama kali instansi tersebut melaksanakan sistem seleksi
penerimaan mahasiswa baru. Pada proses awal ini banyak yang melakukannya tanpa
test, baik itu tes tulis sebagai cerminan tingkat akademisnya, atau test
psikotest sebagai tolak ukur ketangguhan kepribadian atau test kesehatan
sebagai cermin diri yang sehat.
Kalaupun ketiganya sudah
dilaksanakan, pelaksanaanya pun masih banyak yang memberlakukan sistem
persaudaraan, pertemanan atau yang lebih fatal lagi karena alasan jual beli.
Alhasil kita tidak hanya menyaksikan KKN di siaran televisi saja, tetapi kita
menyaksikan live di sekitar kita. Bahkan mungkin lebih jauh lagi,
sudah menjadi teladan yang tidak baik bagi generasi kita. Bukankah kita
berharap hal yang demikian mengalami pengurangan jumlahnnya??. Semoga menjadi
bahan perenungan bagi kita semua. Semua pasti mempunyai harapan, bahwa proses
awal yang demikian tidak berlanjut, ketika proses pendidikan tersebut sedang
bergulir.
Secara
administrarif sudah mahal , bahkan ada lagi yang melalui “jalur khusus” oleh
oknum-oknum tertentu lebih mahal lagi jasanya. Lepas dari itu, sangat kita
sayangkan bagi para lulusannya. Terutama perawat dan bidan. Gaji yang mereka
terima ketika sudah bekerja tidak sebanding dengan biaya sekolah dan resiko
yang di pekerjaan. Katakanlah, resiko tertular penyakit, resiko keselamatan
pasien dan keselamatan diri sendiri. Kesejahteraan mereka tak pernah
terfikirkan oleh para petinggi kita. Lulus, mencari kerja sulit. Ikut mengabdi
di instansi pemerintah masuknya harus memakai biaya, upahnya tak lebih dari
500rb. Melihat itu, upah yang tidak setara dengan pekerjaan dan tanggung jawab
mereka. Kalkulasi secara ekonomi, kerja 8 jam sehari, meninggalkan rumah, anak
dan keluarga. Gaji seorang pembantu saja lebih dari itu, bagaimana bisa?
Bukankah yang di minati bukan hanya dua jurusan itu saja, melainkan jurusan seperti kedokteran umum dan kedokteran gigi lantas apakah jurusan ini juga di buat ajang bisnis atau kebutuhan negara
BalasHapussiap abang...
BalasHapusnnti dibantu untuk melanjutkan ya